BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Bimbingan
konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan.
Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah
individu menjadi ke arah yang lebih baik, yang semula tidak tahu menjadi tahu
dan yang awalnya tidak bisa menjadi bisa, upaya ini pada akhirnya akan
membentuk individu yang mandiri.
Dalam
upaya perubahan itulah peran bimbingan konseling tampak, bimbingan sendiri
diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu dalam mencapai
tingkat perkembangan diri secara optimum. Ada dua hal yang difokuskan disini
yaitu pemberian bantuan dan perkembangan optimum. Pemberian bantuan ditujukan
untuk membantu/ membimbing/ mengarahkan individu agar dapat menyelesaikan masalahnya
sendiri dan bertanggung jawab atas perbuatannya, mengatasi segala yang menjadi kekurangannya,
sekaligus menemukan pegangan untuk individu dalam pengambilan keputusan secara
tepat. Perkembangan optimum sendiri berarti titik dimana individu mencapai puncak
eksistensinya. Seorang individu bisa bertahan dalam lingkungannya, memahami apa
yang baik dan tidak dari lingkungannya, dan bagaimana mengatasi
pengaruh-pengaruh yang berkebang di dalamnya. Puncaknya adalah Individu
tersebut tahu bagaimana harus memutuskan suatu hal dan bagaimana dia
memposisikan dirinya dalam lingkungan sesuai dengan potensi dan system nilai
yang dianut.
Dalam
pemberian bimbingan konseling diperlukan dasar-dasar yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam proses pemberian bimbingan. Prinsip-prinsip yang digunakan
untuk mengambil langkah dengan memperhatikan masalah dari berbagai prespektif
atau sudut pandang tertentu yang biasa disebut dengan teori-teori bimbingan
konseling.
Pada
makalah berikut ini akan disebutkan deberapa teori bimbingan konseling disertai
dengan penjelasan, sejarah, pandangan yang digunakan, dan analisis kekurangan
serta kelebihannya.
- Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian teori dalam Bimbingan Konseling?
2. Apa
fungsi teori-teori dalam Bimbingan Konseling?
3. Bagaimana
sejarah lahirnya teori-teori dalam Bimbingan Konseling?
4. Apa
saja macam-macam teori Bimbingan Konseling?
5. Bagaimana
prinsip dari masing-masing teori?
6. Apa
kekurangan dan kelebihan dari masing-masing teori?
- Tujuan
1. Untuk
menjelaskan pengertian teori dalam BK.
2. Untuk
menjelaskan fungsi teori dalam BK.
3. Untuk
menceritakan sejarah lahirnya teori-teori BK.
4. Untuk
menyebutkan macam-macam teori Bimbingan Konseling.
5. Untuk
menjelaskan prinsip dalam BK.
6. Untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing teori.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian, Sifat, dan Fungsi Teori
Teori
dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip yang dapat diuji sehingga dapat
dijadikan sebagai kerangka untuk pelaksanaan penelitian; sejumlah proposisi
yang terintegrasi secara sintaktik (mengikuti aturan tertentu) dan digunakan
untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati; dan pada
umumnya diartikan sebagai suatu pernyataan prinsip-prinsip umum yang didukung
oleh data untuk menjelaskan suatu fenomena.[1]
Teori
yang baik adalah teori yang memiliki sifat jelas, komprehensif, parsimious atau
dapat menjelaskan data secara sederhana dan jelas, serta dapat menghasilkan
penelitian yang bermanfaat.[2]
Teori
memiliki beberapa fungsi, yaitu memberikan kerangka kerja bagi informasi yang
spesifik, menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks menjadi sederhana, menyusun
pengalaman-pengalaman sebelumnya, mensistematikkan penemuan-penemuan,
melahirkan hipotesis-hipotesis, membuat prediksi, dan memberi penjelasan.[3]
- Teori-teori dalam Bimbingan Konseling
Lahirnya
suatu teori mempunyai kaitan dasar pribadi, sosiologis, dan filosofis. Ciri
khas yang ditampilkan oleh beragam teori sangat dipengaruhi oleh kepribadian
pembuatnya, kehidupan dan lingkungan sekitarnya, serta cara pandang pengarang
dalam berfilsafat. Munculnya teori-teori dalam konseling sendiri bersamaan
dengan awal munculnya Bimbingan Konseling yaitu pada abad ke 20.
Teori-teori
dalam bimbingan konseling adalah :
1. Teori Trait dan Factor
a. Konsep Pokok
Teori
yang dipelopori oleh Williamson ini tergolong berpandangan kognitif yang
rasional. Pendekatan yang digunakan berusaha menerangkan kesulitan-kesulitan apa
saja yang sedang dihadapi klien dengan cara melakukan pendekatan secara logis
rasional dalam pemecahan masalah-masalahnya.
Teori
ini biasa disebut sebagai teori directive counseling karena konselor
diposisikan sebagai pihak yang paling aktif dalam membantu klien mengarahkan
perilakunya kepada pemecahan kesulitannya. Jadi konseling ini bisa diartikan
sebagai counseling centred atau konseling yang berpusat pada konselor.[4]
Menurut teori ini, kepribadian
individu adalah suatu system sifat yang berarti antara satu factor dengan
factor lainnya saling berkaitan. Factor-faktor itu muncul dari dalam individu
seperti pembawaan sikap dan minat, juga dari luar individu seperti kondisi
lingkungannya.
b. Proses Konseling
Terdapat
enam tahap pokok dalam teori konseling ini,[5]
yaitu :
1. Tahap
Analisis
Yaitu
tahap dimana konselor mengumpulkan data-data dan informasi yang berhubungan
dengan klien.
Tujuan
dari pengumpulan informasi diri dan latar belakang klien ini adalah untuk lebih
mengenal pribadi klien agar lebih mudah dalam menyesuaikan diri.
2. Tahap
Sintesis
Tahap
ini konselor mengatur dan merangkum data klien sehingga ditemukan kelemahan,
kekuatan, bakat, dan kemampuan penyesuaian dirinya.
3. Tahap
Diagnosis
Yaitu
langkah menarik kesimpulan logis dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi
klien. Terdapat 3 kegiatan yaitu mengidentifikasi masalah, merumuskan sumber
penyebab masalah (etiologi) dan prognogis.
4. Tahap
Prognosis
Yaitu
upaya memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi berdasarkan data
yang diperoleh.
5. Tahap Konseling
Yaitu
proses pemberian bantuan dengan cara dilakukan pengembangan alternative
pemecahan masalah, pengujian alternative, dan pengambilan keputusan.
Strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan
alternative pemecahan masalah adalah forcing conformity, changing attitude,
learning the needed skills, selecting the appropriate environment, changing
environment.[6]
c. kekurangan
dan kelebihan
Kritik terhadap teori
:
1. bersifat
counseling centred sehingga yang lebih berperan adalah konselor.
2. Klien
kurang berkontribusi dalam pemecahan masalahnya.
3. Informasi-informasi
yang berkaitan dengan kelemahan atau kekurangan klien tidak ditemukan sendiri.
4. Pemecahan
masalah tergantung teknik yang digunakan konselor.
Kontribusi yang
diberikan :
1. Tahap-tahap
yang diberikan cukup sistematis dan mudah difahami.
2. Teknik
pemecahan masalah sangat rasional.
2.
Teori Yang Berpusat Pada Klien
a. Konsep pokok
Menurut
Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri
dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau
struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi konsepsi yang
terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran.
Teori
kepribadian Rogers yang disebut sebagai “the self theory” yaitu:
- Tiap individu berada di dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah, dan dirinya menjadi pusat.
- Individu mereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan apa yang dialami dan ditanggapinya.
- Individu memiliki satu kecendrungan atau dorongan utama yang selalu diperjuangkannya, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan memperluas pengalamannya.
- Individu mereaksi terhadap gejala kehidupan dengan cara keseluruhan yang teratur.
- Tingkah laku atau tindakan itu pada dasarnya adalah suatu usaha mahluk hidup yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan yang dialami dan dirasakan.
- Emosi yang menyertai tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sesungguhnya merupakan suatu yang memperkuat usaha individu mencari sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk memelihara dan mengembangkan dirinya.
- Cara yang terbaik untuk memahami tingkah laku seseorang ialah dengan jalan memandang dari segi pandangan individu-individu itu sendiri.
b.
Proses Konseling
Pendekatan
yang berpusat pada klien menggunakan sedikit tekhnik, akan tetapi menekankan
sikap konselor. Tehknik dasar adalah mencakup, mendengar, dan menyimak secara
aktif, refleksi, klariflkasi, “being here” bagi klien. Konseling berpusat pada
klien tidak menggunakan tes diagnostik, interpretasi, studi kasus, dan
kuesioner untuk memperoleh informasi. Tekhnik-tekhnik itu dilaksanakan dengan
jalan wawancara, terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau
tidak langsung. Keberhasilan terapi tergantung kepada faktor-faktor tingkat
gangguan psikis, struktur biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan
emosional.
c.
Kekurangan dan Kelebihan
Beberapa
kritik terhadap konseling berpusat pada klien antara lain:
- Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasan sebagai penutup perilaku, tetapi melupakan faktor intelektif, kognitif, dan rasional.
- Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori.
- Tujuan untuk setiap klien, yaitu untuk memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum, dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
- Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi letak konselor dan klien.
- Meskipun terbukti bahwa konseling “ client-centered” diakui afektif, tapi bukti-bukti tidak cukup sistematik tidak lengkap. Terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
- Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
Beberapa
kontribusi yang diberikan antara lain dalam:
- Pemusatan pada klien dan bukan konselor dalam konseling.
- Indentifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
- Lebih menekankan pada sikap konselor daripada tehknik.
- Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
- Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam konseling.
3. Psychonalysis Teraphy
1. Pengertian Psychonalysis Teraphy
Terapi
Psikoanalisa merupakan suatu metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologis
dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisa ialah Sigmund
Freud, sebagai orang pertama yang mengemukakan konsep ketidaksadaran dalam
kepribadiaan. Konsep-konsep psikoanalisa banyak memberikan pengaruh terhadap
perkembangan konseling. [7]
Pendekatan psikoanalisis menganggap bahwa tingkah
laku abnormal di sebabkan oleh faktor-faktor intropsikis (konflik tidak sadar,
represi, mekanisme defensif) yang menggangu penyesuaian diri. menurut Freud,
esensi pribadi seseorang bukan terletak pada apa yang ia tampilkan secara
sadar, melainkan apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya. Freud
beranggapan bahwa gangguan jiwa pada orang dewasa, pada umumnya berasal dari
pengalaman pada masa kanak-kanak.[8]
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan psychonalysis teraphy adalah teknik atau metode pengobatan yang
dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang
direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang tidak
disadarinya selama ini.
2. Konsep Dasar Psychonalysis Teraphy
Pendekatan
psikoanalisis menganggap Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang
bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan.
Selanjutnya Freud menyebutkan dua macam libido yaitu eros sebagai
dorongan untuk hidup dan thanatos sebagai dorongan untuk mati.[9]
Teori kepribadian menurut Freud,
menyangkut tiga hal yaitu: struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian.
a. Struktur Kepribadian
Berikut
Aspek-aspek yang menjadi perhatiaanya adalah Id, Ego, dan Super ego.
a.
Id
Dalam
teori psikonalisa, id merupakan sistem kepribadiaan yang paling dasar yang
didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Dalam hubungannya dengan ego dan
super ego, Id mempunyai fungsi sebagai suatu sistem penyedia atau penyalur
energi yang diperlukan oleh ego dan super ego yang di gunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
b.
Ego
Freud
mengemukakan bahwa Ego terbentuk pada
struktur kepribadian individu sebagai hasil dari hubungan dengan luar. Ego
mempunyai proses dan menjalankan proses tersebut, yang berhubungan dengan
pemenuhan dan pemuasan kebutuhan sehingga dapt mengurangi ketegangan yang
dialami oleh individu. Dan proses tersebut disebut proses sekunder.
Proses sekunder ialah usaha menemukan atau menghasilkan sesuatu yang nyata,
yang dimulai dengan merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan
mengujinya dengan suatu tindakan (reality testig). Fungsi dasar dari ego
adalah memelihara kelangsungan hidup individu.
c.
Super Ego
Menurut Psikoanalisa,
super ego adalah suatu sistem kepribadian yang mengandung nilai-nilai dan
aturan-aturan yang digunakan untuk menilai suatu hal yang menunjukan pada suatu
kebenaran dan kesalahan. Dengan kata lain, super ego adalah hati nurani.
Peranan super ego adalah sebagai sumber motivasi utama dan juga sebagai
penyebab timbulnya pertentangan-pertentangan didalam diri.[10]
Ketiga sistem ini mempunyai fungsi,
sifat, prinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri. Walaupun demikian ketiganya
mempunyai hubungan yang sangat erat dan sulit untuk memisahkannya satu persatu,
karena tingkah-laku seseorang merupakan hasil pengaruh dari sistem aspek
tersebut.[11]
b. Dinamika Kepribadian
Dinamika kepribadian
terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta digunakan
oleh id, ego,dan super ego. Oleh karena jumlah energi terbatas,
maka terjadi semacam persaingan dalam menggunakan energi tersebut.
Freud
mengukapkan tiga macam kecemasan yaitu: kecemasan realitas yang
bersumber pada ego, kecemasan neurotas yang bersumber pada id,
kecemasan moral yang bersumber pada super ego. Kecemasan relitas
yaitu takut terhadap bahaya-bahaya yang datang dari luar individu. Kecemasan
neurotis adalah kecemasan yang timbul apabila insting tidak terkendalikan,
sehingga ego akan dihukum . kecemasan moral adalah kecemasan terhadap hati nuranu
sendiri.
c. Perkembangan Kepribadian
Kepribadiaan berkembang
sehubungan dengan empat macam pokok sebagai sumber ketegangan, yaitu:
b. Proses
pertumbuhan fisiologi (kedewasaan)
c. Frustasi
d. Konflik,
dan
e. Ancaman
Walaupun
Freud membagi-bagi perkembangan atas beberapa fase namun fase-fase tersebut
bukan merupakan batas yang tajam. Fase-fase perkembangan tersebut adalah:
- Tahun
pertama kehidupan fase Oral: pada fase ini mulut merupakan daerah pokok dari
aktivitas dinamis.
- Usia
1-3 Frase Anal : Fase ini berpusat pada anal (pembuangan kotoran)
- Usia
3-6 fase Phalis: pada masa ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting.
- Usia
6-12 fase Latent: pada masa ini impuls-impuls cenderung untuk ada dalam keadaan tertekan.
- Usia
12-18 fase Genital: pada fase ini individu telah berubah dari mengejar
kenikmatan, menjadi orang dewasa yang telah disosialisasikan dengan realitas.
C. Karakteristik Proses Psychonalysis
Teraphy:
Dalam
konseling psikoanalisa ini konselor diharapkan dapat membentuk kembali struktur
karakter individu dengan membuat yang tidak sadar membuat sadar dalam diri
klien. Proses
konselingnya meliputi :
a.
Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali
pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata,
didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi
kepribadian.
b.
Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman
ketidak sadaran.
c.
Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah
mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
d.
Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis
bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan
dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya
kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan
dan dianalisia.
e.
Konselor harus membangun hunbungan kerja sama dengan klien kemudian
melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
f.
Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur
kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien
secara sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga
klien memperoleh tilikan mengenai masalahnya.
g.
Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam
jangka panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
h.
Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi
bebas. Yaitu klien
mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya. [12]
d.
Teknik Konseling
Teknik-teknik
terapi psikoanalisa yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan
tilikan intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami makna gejala-gejala
yang nampak, ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisa yaitu:
1) Asosiasi
Bebas
Asosiasi bebas adalah
suatu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi
yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu. Pada teknik asosiasi
bebas ini, konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikirannya dari
pemikiran sehari-sehari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul
dalam kesadarannya.[13]
2) Interpretasi
(Penafsiran)
Interpretasi adalah
prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi,
analisis resistensi, dan analisis transparansi. Prosedurnya terdirir atas
penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang makna
perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan
hubungan terapeutik itu sendiri.[14]
3) Analisis
mimpi
Dalam analisis mimpi
ini, mimpi dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar. Karena mimpi
juga diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari keinginan-keinginan dan
sebagai besar isinya mencerminkan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal.[15]
Dari analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh
klien.
4) Analisis
Resistensi
Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi
dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari.Selama asosiasi bebas
dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan
pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang
resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang
untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi
sadar terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.[16]
5)
Analisis
Transferensi
Transferensi merupakan
cara kerja dari pertahanan ego dimana implus yang bersifat tak sadar dialihkan
sasarannya dari obyek yang satu ke obyek yang lainnya. Transferensi ini muncul
disebabkan karena pasien mengalihkan sasaran perasaan cinta atau bencinya atas
seseorang kepada konselor. Menurut Freud, setelah pasien mengetahui arti
sesungguhnya dari hubungan transferensi dengan konselornya, pasien akan
memperoleh pemahaman atas pengalaman-pengalaman dan perasaan masa lalunya,
serta menghubungkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan masa lalunya
tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang dialaminya sekarang.[17]
- Peran Konseling
a. Membantu klien dalam mencapai
kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam
menangani kecemasan secara realistis.
b.
Membangun
hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar & menafsirkan.
c.
Terapis
memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien.
f. Kritik dan Kontribusi
Berikut
beberapa kritik terhadap Psikoanalisa adalah antara lain:
1. Pandangan
yang terlalu deterministik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
2. Terlalu
banyak menekankan kepada pengalaman masa kanak-kanak, dan menganggap kehidupan
seolah-olah sepenuhnya ditentukan masa lalu. Hal ini memberikan gambaran
seolah-olah tanggung jawab individu berkurang.
3. Data
penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem psikoanalisa.
4. Membutuhkan
waktu yang cukup panjang dalam terapi, sebab dalam psikoanalisis terdapat
tahapan-tahapan yang membutuhkan waktu yang cukup panjang. Dan karna proses
terapi yang panjang tersebut membuat klien merasa jenuh.
5. Teori
psikoanalisis yang menganggap perilaku seseorang hanya dipengaruhi oleh energi
psikisnya, adalah sesuatu yang meragukan. Karna perilaku seseorang tidak hanya
dipengaruhi oleh psikisnya saja melainkan ada energi atau faktor lainnya yang
mempengaruhinya seperti faktor fisik individu tersebut, faktor lingkungan dan
lain sebagainya.
Sedangkan
kotribusi yang diberikan adalah antara lain dalam hal:
1. Terapi ini memiliki dasar teori yang
kuat, yaitu dengan teori kepribadian
2. Dengan terapi ini koselor bisa lebih
mengetahui masalah pada diri klien, karena prosesnya dimulai dari mencari tahu
pengalaman-pengalaman masa lalu pada diri klien.
3.
Terapi ini bisa
membuat klien mengetahui masalah apa yang selama ini tidak disadarinya.
4. Dari
teori psikoanalisa ini, kita dapat memahami pentingnya masa kanak-kanak dalam
perkembangan kepribadian manusia.
5. Adanya
persesuaian antara teori dan teknik.
4. Terapi Gestalt
a. Tentang Pendekatan Terapi Gestalt
Tokoh
utama Terapi Gestlat adalah frederick S Firtz Perls (1893 – 1970). Terapi ini
dikembangkan oleh Frederick Perls dalam bentuk terapi eksistensial yang
berpijak pada premis bahwa individu-individu menemukan jalan hidupnya sendiri
dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan.
Terapi gestal berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman
disini dan sekarang dengan memadukan (mengintergrasikan) bagian-bagian
kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.[19]
b. Konsep Dasar Teori Gestalt
Teori Gestalt banyak bertentangan dengan
teori Sigmund Freud. Jika Psikoanalisa memandang manusia secara mekanistik,
maka Frederick memandang manusia secara holistic. Freud memandang manusia
selalu dikuasai oleh konflik (intrapsychic conflict) awal masa anak-anak yang
ditekan, maka Perls memandang manusia pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt
lebih menekankan pada pada apa yang dialami oleh klien saat ini daripada
hal-hal yang pernah dialami oleh klien, dengan kata lain, Gestalt lebih
memusatkan pada bagaimana klien berperilaku, berpikiran dan merasakan pada
situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk memahami diri daripada
mengapa klien berperilaku seperti itu. [20]
Konsep
dasar pendekatan Gestalt adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah
pencapaian kesadaran. Menurut buku M.A Subandi (psikoterapi, hal. 96) kesadaran
meliputi:
- Kesadaran akan efektif apabila didasarkan dan disemangati oleh kebutuhan yang ada saat ini yang dirasakan oleh individu
- Kesadaran tidak komplit tanpa pengertian langsung tentang kenyataan suatu situasi dan bagaimana seseorang berada di dalam situasi tersebut.
- Kesadaran itu selalu ada di sini-dan-saat ini. Kesadaran adalah hasil penginderaan, bukan sesuatu yang mustahil terjadi.
Dalam buku Geralt Corey (1995),
dalam terapi Gestalt terdapat juga konsep tentang urusan yang tak
terselesaikan, yaitu mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti
dendam, kemarahan, sakit hati, kecemasan rasa diabaikan dan sebagainya. Meskipun tidak
bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan dan
fantasi tertentu. Karena tidak terungkap dalam kesadaran, perasaan itu tetap
tinggal dan dibawa kepada kehidupan sekarang yang menghambat hubungan yang
efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ini, di harapkan klien
akan dibawa kesadarannya dimasa sekarang dengan mencoba menyuruhnya kembali
kemasa lalu dan kemudian klien disuruh untuk mengungkapkan apa yang
diinginkannya saat lalu sehingga perasaan yang tak terselesaikan dulu bisa
dihadapi saat ini.[21]
c. Karakteristik
Proses Konseling Teori Gestlat
Garis – garis besar terapi Gestlat
sebagai berikut:
a. Fase
pertama: membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan – perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi
mengandung komponen emosional dan intuitif.
b.
Fase kedua:
melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua hal yang harus
dilakukan:
·
Menimbulkan motivasi pada klien.
·
Menciptakan rapport yaitu hubungan
baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala
usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
c.
Fase ketiga : klien didorong untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan
menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
d.
Fase terakhir : setelah klien
memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, perasaannya,
maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini klien harus memiliki
ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik
dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada potensinya. Menyadari
dirinya, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya,
perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya. [22]
d. Teknik Dalam Pendekatan Gestlat
Dalam ringkasan
Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling
Gestalt yaitu: [23]
1. Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia
membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar
klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
2.
Orientasi
sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun kembali (mengulang) masalalu
atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya
dengan keadaan sekarang.
3. Orientasi kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran
klien tentang diri sendiri dan masalah-masalahnya.
Adapun teknik teknik yang biasa digunakan dalam konseling
Gestalt (Shertzer & Stone, 1980,228), adalah antara lain:
1. Enchancing awareness, yaitu klien
dibantu untuk berada pada pengalamannya sekarang secara sadar.
2. Personality pronous, yaitu klien
diminta untuk mempribadikan pikirannya untuk meningkatkan kesadaran
pribadinnya.
3. Changing question to statements,
yaitu mendorong klien untuk menggunakan pernyataan-pernyataan dari pada
petanyaan yang mendorong untuk mengekspresikan dirinya dan bertanggung jawab
bagi komunikasinya.
4. Assuming responsibility, yaitu klien
diminta untuk mengalihkan penggunaan kata “ tidak ingin” untuk “tidak dapat”.
5. Asking ‘how” and “what”, yaitu
bertanya “mengapa” dapat lebih membawa
kearah aktualisasi daripada mengalami dan memahami. “bagaimana” dan “apa”
menjadikan individu masuk kedalam pengalaman perilakunya sendiri.
6. Sharing hunches, yaitu mendorong
klien untuk mengeksplorasi dari dengan menanamkan tilikan seperti “saya lihat”
atau “saya dapat bayangkan”
7. Bringing the past into the now,
yaitu membantu klien agar mengalami penagalaman-pengalaman masa lalu dalam
situasi sekarang
8. Expressing resentments and
appreciationts, yaitu membantu klien untuk mengidentifikasi dan menyatakan
keadaan dan penghargaan dirinya.
9. Using body expression, yaitu
mengamati ekspresi badan klien dan memusatkan perhatian untuk membantu
kesadaran individu.[24]
e.
Peran Konseling
Menurut
ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012). Dalam pendekatan teori Gestalt
ini, peran konselor adalah:
1.
Memfokuskan
pada perasaan klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta hambatan
terhadap kesadaran.
2.
Tugas terapis
adalah menantang klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka
sepenuhnya dan berhubungan dengan pesan-pesan tubuh mereka.
3.
Menaruh
perhatian pada bahasa tubuh klien, sebagai petunujk non verbal.
4.
Secara halus
berkonfrontasi dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan
akibat dari bahasa mereka.[25]
f.
Tujuan Konseling
Tujuan utama
konseling geslat adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu
klien mengembangkan potensi manusiawinya. Sedangkan fokus utama dalam koseling
Gestalt ialah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu
dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri(self-support). Melalui proyeksi
dirinya kepada konselor, klien diharapkan menjadi sadar bahwa baik dirinya
maupun konselor ternyata tidak memiliki pribadi yang sempurna.[26]
Secara lebih
spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.
·
Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi,
memahami kenyataan atau realitas.
·
Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya
·
Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada
pertimbangan orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)
Meningkatkan kesadaran individual
agar klien dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi
bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi
dengan baik.[27]
g. Kritik dan Kontribusi
Berikut beberapa kritik terhadap teori
Gestlat adalah antara lain:
1. Pandangan
Terapi Gestalt menekankan tanggung
jawab atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada
orang lain.
2. Sedikit bukti empiris penelitian
terhadap efektivitas terapi.
Sedangkan
kotribusi yang diberikan adalah antara lain dalam hal:
1.
Terapi Gestalt
menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke
saat sekarang.
2. Terapi Gestalt memberikan perhatian
terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
3.
Terapi Gestalt
menolakk mengakui ketidak berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
4.
Terapi Gestalt
meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran
sendiri.[28]
5.
Teori Rational Emotive Therapy (RET)
a.
Pengertian Rational Emotive Therapy (RET)
Pelopor dan peletak dasar konseling ini
adalah Albert Ellis. Beliau lahir pada tahun 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania
dan dibesarkan di New York.
Delapan tahun setelah kelulusannnya dari Collage dia masuk matrikulasi program
psikologi klinis di Teachers College, Columbia. Dari tahun 1947 – 1953 dia
mempraktekkan analisis klasik dan psikoterapi yang berorientasi pada analisis.
Setelah dia
sampai pada kesimpulan bahwa psikoanalisis itu secara relatif merupakan bentuk
penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka diapun bereksperimen dengan beberapa
sistem yang lain. Pada tahun 1955 dia menggabungkan terapi humanistik,
filosofis, dan behavioral menjadi terapu rasional-emotif (TRE). Rational
Emotive Therapy atau Teori Rasional Emotif mulai
dikembangan di Amerika pada tahun 1960-an oleh Alberl Ellis, seorang Doktor dan
Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis dan juga
seorang Neo Freudian.
Yang dimaksud dengan konseling RET atau
yang lebih dikenal dengan rational emotive behavior therapy (REBT)
adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akal sehat (rasional thingking), perasaan
(emoting), dan berperilaku (acting), serta
sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir
dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus
dibantu untuk meninjau kembali caranya berpikir dan memanfaatkan akal sehat.
b.
Konsep Dasar RET
Konsep
dasar teori ini adalah bahwa pola berpikir manusia itu sangat dipengaruhi oleh
emosi, demikian pula sebaliknya. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan
diprasangkakan atau sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang instrinsik.
Sedangkan pikiran – pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan
merasakan sesuatu dalam situasi tertentu pikiran seseorang. (Surya, 1988)[29]
Konsep dasar yang di kembangkan oleh Ellis (dalam Willis,
2010:75-76) adalah sebagai berikut:
1)
Pemikiran
manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun tidak sehat, bersumber dari pemikirana
itu.
2)
Manusia
mempunyai potensi pemikiran rasional dan irasional. Dengan pemikiran rasional
dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional.
3)
Pemikiran
irasional bersumber pada disposisi lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh
budaya.
4)
Pemikiran
dan emosi tidak dapat di pisahkan
5)
Berfikir
logis dan tidak logis dilakukan dengan simbl-simbol bahasa.
6)
Pada
diri manusia sering terjadi self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu yang
terus menerus pada dirinya.
7)
Pemikiran
tak logis-irasional dapat di kembalikan kepada pemikiran logis dengan
reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri
melalui emosionalnya.
Secara umum ada dua prinsip
yang mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. TRE beranggapan bahwa
setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku yang
ketiganya berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan
perilaku, perasaan mempengaruhi perilaku dan perilaku mempengaruhi pikiran dan
perasaan.
Asumsi tentang hakekat manusia
dalam mendapatkan kebahagiaan dan ketidak bahagiaan dengan dinamika pikiran dan
perasaan menurut TRE adalah sebagai berikut[30]
:
- Individu adalah unik, yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional.
- Reaksi “emosional” disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari ataupun tidak disadari oleh individu.
- Hambatan psikologis atau emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis.
- Berpikir irrasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dibesarkan
- Berpikir secara irrasional akan tercermin dari verbalisasi yang digunakan. Verbalisasi yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan verbalisasi yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat pula.
- Perasaan dan berpikir negative dan penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis yang dapat diterima menurut akal yang sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Dalam pandangan TRE yang
didefinisikan sebagai “berpikir dan bertingkah laku irrasional” adalah suatu
keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa seseorang.
Adapun ciri-ciri berpikir irrasional
adalah:
1. Tidak dapat dibuktikan.
2. Menimbulkan perasaan tidak enak
(kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu.
3. Menghalangi individu untuk
berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional
disebabkan oleh:
1. Individu tidak berpikir jelas
tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
2. Individu tergantung pada perencanaan dan
pemikiran orang lain.
3. Orang tua atau masyarakat memiliki
kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui
berbagai media.[31]
Ellis (Shertzer & Stone, 1980, 175-176) mengemukakan ada 12 pikiran tak
rasional (ide irasional) yang dapat menimbulkan perilaku neurosis atau
psikosis.[32]
Kedua belas ide irasional itu adalah :
- Ide Irasional 1 : Bahwa manusia yang hidup dalam masyarakat mau tidak mau dapat dicintai ataupun ditolak oleh orang lain disekitarnya setiap saat.
- Ide Irasional 2 : Bahwa seseorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten, adekuat agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat.
- Ide Irasional 3 : Bahwa banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat ataupun kejam dan oleh karena itu patut disalahkan, dihukum setimpal dengan dosanya.
- Ide Irasional 4 : Bahwa kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai kemungkinan malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.
- Ide Irasional 5 : Bahwa ketidaksenangan atau penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal (hal-hal dari luar) dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk mengontrol perasaan-perasaannya atau untuk menghilangkan perasaan-perasaan depresi atau yang bertentangan.
- Ide Irasional 6 : Bila ada sesuatu hal atau peristiwa yang berbahaya atau menakutkan, maka individu harus berusaha keras untuk menghadapi dan mengatasi depresi atau yang bertentangan.
- Ide Irasional 7 : Bahwa lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dan tanggungjawab diri daripada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya hanya untuk menghargai bentuk disiplin diri.
- Ide Irasional 8 : Bahwa sisa – sisa pengalaman masa lalu semuanya sangat penting, karena hal itu berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan dan menentukan perasaan dan perilaku individu yang ada sekarang.
- Ide Irasional 9 : Bahwa individu akan lebih baik untuk menghindarkan diri daripada mengerjakan sesuatu, dan bahwa sesuatu situasi atau peristiwa akan dipandang sebagai hal membahayakan jika tidak secepatnya ditemukan pemecahan yang baik terhadap kehidupan yang bertentangan.
- Ide Irasional 10 : Bahwa individu akan mencapai kebahagiaan hidup dengan menyenangkan diri sendiri.
- Ide Irasional 11 : Bahwa individu akan mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan, atau memerlukan kekuatan supernatural untuk mencapainya.
- Ide Irasional 12 : Bahwa individu secara umum mempunyai nilai diri sebagai manusia dan penerimaan diri untuk tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga
menambahkan bahwa secara biologis manusia memang diprogram untuk selalu menanggapi pengondisian –
pengondisian semacam ini. Keyakinan – keyakinan irasional tadi biasanya
berbentuk pernyataan-pernyataan absolut.[33]
Ada beberapa jenis pikiran - pikiran yang keliru yang biasanya diterapkan
orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif.
2. Terpaku pada yang negative.
3. Terlalu cepat menggeneralisasi
Secara ringkas, Ellis mengatakan
bahwa ada tiga keyakinan irasional:
1. “Saya harus punya kemampuan
sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”
2. “Orang lain harus memahami dan
mempertimbangkan saya, atau mereka akan menderita”.
3. “Kenyataan harus memberi
kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
c. Teori RET
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang
ditemukan oleh Albert Ellis dan para
penganut Rational Emotive Therapy dikenal dengan Teori A-B-C-D-E.[34]
Teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum dijelaskan
dalam bagan sebagai berikut :
Komponen
|
Proses
|
|
A
|
Activity / Action / Agent
Hal – hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang
mengawali atau yang menggerakkan individu. (Antecedent or Activating event)
|
External Event
Kejadian diluar atau sekitar individu
|
iB
rB
|
Irrational Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan irasional atau tidak
layak terhadap kejadian eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan yang rasional atau layak
dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A).
|
Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus
menerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya.
|
iC
rC
|
Irrational Consequences, yaitu konsekuensi – konsekuensi yang tidak layak yang
berasal dari (A).
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi – konsekuensi rasional atau layak
yang dianggap berasal dari rB = keyakinan yang rasional.
|
Rational Beliefs, yakni keyakinan – keyakinan yang rasional atau layak
secara empirik mendukung kejadian – kejadian eksternal (A).
|
D
|
Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan – keyakinan irasional dalam diri
individu saling bertentangan (Disputing).
|
Validate or invalidate self-verbalization, yakni suatu proses self-verbalization dalam
diri individu.
|
CE
|
Cognitive Effect of Disputing, yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (disputing)
dalam keyakinan – keyakinan irasional.
|
Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi diri pada
individu
|
BE
|
Behavioral Effect of Disputing, yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam
pertentangan kejadian – kejadian irasional.
|
Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri
individu.
|
d.
Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
- Aktif - direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
- Kognitif - eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
- Emotif - ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
- Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
- Kondisional, artinya bahwa hubungan dalam terapi rasional-emotif dilakukan dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai teknik kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.[35]
e.
Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif
menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang
disesuaikan dengan kondisi klien.[36]
Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan
membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan
tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat
pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang
menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri
melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model
tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah
lakunya sendiri yang negatif.
Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih
rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun
hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang
positif. Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan
menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada
klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial
yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan
masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Teknik-teknik Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah
untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang
diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan
perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan
tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru,
mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor
dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik
ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab,
kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri,
pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan
tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran,
latihan, atau meniru model-model sosial. Maksud utama teknik latihan asertif
adalah :
(a) mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal
yang berhubungan dengan emosinya;
(b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak
asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
(c) mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan
kemampuan diri; dan
(d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah
laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
f. Peran Konseling
Albert Ellis (1973) memberikan gambaran
tentang apa yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu,
- Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
- Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
- Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
- Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan – keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
- Menunjukkan bahwa keyakinan – keyakinan irasional ini adalah inoperatif dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan – gangguan behavioral dan emosional.
- Menggunakan absurdity dan humor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
- Menjelaskan kepada klien bagaimana ide – ide yang irasional ini dapat ditempatkan kembali atau disubtitusikan kepada ide – ide rasional yang harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya.
- Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan – pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwa ide – ide irasional dan deduksi – deduksi hanya akan membantu perkembangan perilaku dan perasaan – perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
g.
Tujuan Konseling
- Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
- Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Secara lebih khusus, Ellis (Corey, 19867;215) menyebutkan bahwa dengan
terapi rasional-emotif akan tercapai pribadi yang di tandai dengan :
- Minat kepada diri sendiri
- Minat sosial
- Pengarahan diri
- Toleransi terhadap pihak lain
- Fleksibelitas
- Menerima ketidakpastian
- Komitmen terhadap sesuatu diluar dirinya
- Berpikir ilmiah
- Penerimaan diri
- Berani mengambil resiko
- “Non utopianism” yaitu menerima kenyataan.
6
. Teori Konseling Behavioristik
Teori ini dikembangkan
oleh Arnold Lazarus (lahir 1932). Behaviour Therapy and Beyond merupakan salah
satu buku dari buku-buku awal Lazarus yang membicarakan terapi
behavioral-kognitif, yang secara berturut-turut menjadi pendekatannya yang
sistematis dan komprehensif dengan sebutan multidimensional therapy (terapi
multi sarana).
a.
Pendekatan
Behavioristik
Pendekatan
Behavioristik memiliki tiga karakteristik yakni pemecahan masalah (problem
solving), pendekatan perubahan terfokus (change focused approach)
untuk menghadapi klien, penghormatan terhadap nilai ilmiah; dan memiliki
perhatian yang lebih terhadap proses kognitif – alat untuk mengontrol dan
memonitor tingkah laku mereka. [37]
Perilaku manusia
merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi belajar. Konselor behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi
interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati
merupakan suatu kepedulian utama dari para konselor sebagai kriteria pengukuran
keberhasilan konseling. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu
penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.[38]
Thoresen
(Shertzer & Stone, 1980, 188) memberi ciri konseling behavioral sebagai
berikut :
1. Kebanyakan
perilaku manusia dipelajari dan karena itu dapat diubah.
2. Perubahan-perubahan
khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam mengubah
perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa
perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah
lingkungan.
3. Prinsip-prinsip
belajar special seperti “reinforcement”dan “social modeling”,
dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4. Keefektifan
konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku
khusus di luar wawancara prosedur-proseedur konseling.
5. Prosedur-prosedur
konseling tidak statis, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara
khusus di desain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus. [39]
b.
Proses konseling
Menurut
Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980,190), konseling behavioral
merupakan suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional dan keputusan tertentu. Konselor berperan membantu
dalam proses belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga
klien dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya. Sedangkan
pemahaman diperlukan pada saat membentuk pengalaman belajar.
Menurut Corey,
(1986, 178) ada tiga fungsi tujuan dalam konseling behavioral yaitu:
1.
Sebagai refleksi masalah klien
dan sebagai arah bagi konseling
2.
Sebagai dasar pemilihan dan
penggunaan strategi konseling
3.
Sebagai kerangka untuk menilai
hasil konseling [40]
Urutan pemilihan
dan penetapan tujuan yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey,
1986,178) sebagai salah satu bentuk kerjasama antara konselor dengan klien adalah sebagai berikut :
1.
Konselor menjelaskan maksud
tujuan.
2.
Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai
hasil konseling.
3.
Klien dan konselor menetapkan
tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh
klien.
4.
Bersama-sama menjajagi apakah
tujuan itu realistik.
5.
Mereka mendiskusikan kemungkinan
manfaat-manfaat tujuan.
6.
Mereka mendiskusikan kemungkinan
kerugian-kerugian tujuan.
7.
Atas dasar informasi yang
diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan
berikut: untuk melanjutkan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan
mencari referal.
c.
Metode yang dapat
digunakan menurut Krumboltz
1.
Pendekatan Operant learning.
Dalam pendekatan ini, hal yang terpenting adalah penguatan (reinforcement) yang
dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2.
Metode unitative learning atau
social modeling. Dalam metode ini diterapkan oleh konselor dengan merancang
suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
3.
Metode cognitive learning
merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor
dengan klien dan bermain peran.
4.
Metode emotional learning
diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan.[41]
d.
Kritik dan
kontribusi
Beberapa kritik
terhadap konseling behavioral adalah antara lain:
1.
Konseling behavioral bersifat
dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulatif dan
mengabaikan hubungan antar pribadi.
2.
Konseling behavioral lebih
terkonsentrasi pada teknik.
3.
Meskipun konselor behavioral
sering menyatakan persetujuan kepada tujuan klien, akan tetapi pemilihan tujuan
lebih sering ditentukan oleh konselor.
4.
Meskipun konselor behavioral
menegaskan bahwa setiap klien adalah unik dan menuntut perlakuan yang unik dan
spesifik, akan tetapi masalah satu klien sering sama dengan klien lain dan oleh
karena itu tidak menuntut strategi konseling yang unik.
5.
Konstruk belajar yang dikembangkan
dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk
menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang
harus dites.
6.
Perubahan klien hanya berupa
gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku yang lain.
Sedangkan
kontribusi konseling behavioral adalah sebagai berikut:
1.
Telah mengembangkan konseling
sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan
kepada proses konseling.
2.
Mengembangkan perilaku yang
spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur.
3.
Memberikan ilustrasi bagaimana
mengatasi keterbatasan lingkungan.
4.
Penekanan bahwa konseling
hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada perilaku di masa
lalu. [42]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Pendekatan
Trait and Factor menerangkan kesulitan-kesulitan apa saja yang sedang dihadapi
klien dengan cara melakukan pendekatan secara logis rasional dalam pemecahan
masalah-masalahnya.
-
Menurut Rogers Teori Yang Berpusat Pada Klien adalah
konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Dikatakan
bahwa konsep diri atau struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi
konsepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran.
-
Terapi Psikoanalisis adalah teknik atau metode pengobatan
yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman
yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan-dorongan yang
tidak disadarinya selama ini.
-
Teori
kepribadian menurut Freud, menyangkut tiga hal yaitu: struktur, dinamika, dan
perkembangan kepribadian.
-
Proses konseling dipusatkan pada
usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan
dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
-
Teknik-teknik terapi psikoanalisa ada 5 macam
yaitu sebagai berikut:
1.
Asosiasi Bebas
2.
Analisis Mimpi
3.
Analisis Resistensi
4.
Analisis Transferensi
- Tujuan utama
Psikoanalisa adalah
Membentuk kembali struktur karakter
individu dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari didalam diri klien.
- Terapi
gestal berfokus pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman disini
dan sekarang dengan memadukan (mengintergrasikan) bagian-bagian kepribadian
yang terpecah dan tak diketahui.
- Konsep dasar pendekatan Gestalt
adalah Kesadaran, dan sasaran utama Gestalt adalah pencapaian kesadaran.
- Teknik-teknik pada teori Gestalt
sebagai berikut:
1. Enchancing awareness,
2. Personality pronous,
3. Changing question to statements,
4. Assuming responsibility,
5. Asking ‘how” and “what”,
6. Sharing hunches,
7. Bringing the past into the now,
8. Expressing resentments and
appreciationts,
9. Using body expression,
- Tujuan
utama konseling geslat adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan
membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya.
-
RET atau yang
lebih dikenal dengan rational emotive behavior therapy (REBT) adalah konseling
yang menekankan dan interaksi berfikir dan akal sehat (rasional thingking), perasaan
(emoting), dan berperilaku (acting), serta
sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir
dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku.
-
Konsep dasar teori ini adalah bahwa pola berpikir manusia
itu sangat dipengaruhi oleh emosi, demikian pula sebaliknya. Emosi adalah pikiran
yang dialihkan dan diprasangkakan atau sebagai suatu proses sikap dan kognitif
yang instrinsik. Sedangkan pikiran – pikiran seseorang dapat menjadi emosi
seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu pikiran seseorang.
(Surya, 1988)
-
teori utama
mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive Therapy dikenal dengan Teori
A-B-C-D-E.
-
Karakteristik :
Aktif - direktif, Kognitif - eksperiensial, Emotif - ekspreriensial,
Behavioristik.
-
Teknik Konseling RTE : Teknik emotif (Afektif), teknik
Behavioristik, dan teknik Kognitif
-
Peran Konseling
§ Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide
irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
§ Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan –
keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
§ Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan
pendekatan – pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir
§ melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati
sendiri bahwa ide – ide irasional dan deduksi – deduksi hanya akan membantu
perkembangan perilaku dan perasaan – perasaan yang dapat menghambat
perkembangan dirinya.
-
Dalam pendekatan
behavioristik, perilaku klien adalah hal yang sangat vital. Namun, pendekatan
ini juga menjelaskan bahwa perubahan perilaku dapat dimanipulasi dengan
mengubah sumber belajar
-
Hakikat tugas
konselor terhadap klien dalam pendekatan behavioristik adalah mengaplikasikan
prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian
perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif. Yaitu menyediakan
sarana untuk mencapai sasaran klien dengan membebaskan seseorang dari perilaku
yang mengganggu kehidupan yang efektif
sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran
yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara
umum (Corey, 1995).
DAFTAR PUSTAKA
Seri
landasan dan teori bimbingan dan
konseling. www.upi.edu. 2007
Mustofa,
M. Bahri. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya : C.V.
Media Nusantara.
Mappiare
AT, Andi. 2002. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Musthofa, M. Bahri. 2008. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya: PMN.
Surya, Mohammad. 2003. Teknik-Teknik Konseling. Bandung:
Pustaka bani Quraisy.
Ardani, Tristiadi Ardi. 2008. Psikiatri Islam. Malang: UIN-Malang
Press.
http://adinnurudin.blogspot.com/2012/04/ret-rational-emotive-therapy.html,
(29 september 2012)
McLEOD, John. 2006.
Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
[1] M. Bahri
Mustofa. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya:C.V. Media
Nusantara, hal : 57.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] M. Bahri
Mustofa. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya:C.V. Media
Nusantara, hal : 58.
[5] Ibid. hal : 59
[6] M. Bahri
Mustofa. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya:C.V. Media
Nusantara, hal : 73 .
[7] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:28
[8] Ibid; hal:32
[9] Ibid; hal:28
[10] Tristiadi Ardi
Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang Press,2008 ), hal:66-69
[11] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:33-34
[12] M. Bahri
Musthofa, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Surabaya;PMN,2011), hal:75
– 76
[13] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:36
[14]Ibid, hal:36 –
37
[15] Tristiadi Ardi
Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang Press,2008 ), hal:70
[16] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:37
[17] Tristiadi Ardi
Ardani, Psikiatri Islam (Malang;UIN-Malang Press,2008 ), hal:70 – 71
[18] http://sandri09a.blogspot.com/2012/03/terapi-psikoanalisis-psikoterapi.html/diakses
pada tanggal 19 Sept 2012/17:20
[19]M. Bahri
Musthofa, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Surabaya;PMN,2011), hal:62
[21] http://binham.wordpress.com/2012/05/22/teori-dan-teknik-konseling-pendekatan-gestalt/diakses
pada tanggal 19-09-2012/17:40
[22]M. Bahri
Musthofa, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Surabaya;PMN,2011), hal:77
– 78
[23] http://binham.wordpress.com/2012/05/22/teori-dan-teknik-konseling-pendekatan-gestalt/diakses
pada tanggal 19-09-2012/17:40
[24] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal:64-65
[25] http://binham.wordpress.com/2012/05/22/teori-dan-teknik-konseling-pendekatan-gestalt/diakses
pada tanggal 19-09-2012/17:40
[26] Mohamad Surya, Teori-teori konseling (Bandung;Bani
Quraisy,2003), hal: 60 – 61
[27] http://binham.wordpress.com/2012/05/22/teori-dan-teknik-konseling-pendekatan-gestalt/diakses
pada tanggal 19-09-2012/17:40
[37] McLEOD, John.
2006. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, hal. 139
[38] Mustofa, M.
Bahri. 2011. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Surabaya: CV Media
Nusantara, hal 70
[39] Surya,
Mohamad.2003. Teori – teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
hal 22-23
[40] Ibid, hal 23-24
[41] Surya,
Mohamad.2003. Teori – teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, hal
25-26
[42] Surya,
Mohamad.2003. Teori – teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Hal 26-27
0 comments:
Post a Comment