Identitas Buku
Judul Buku :
Dari KBK sampai MBS
Pengarang : J.
Drost, SJ
Penerbit :
Buku Kompas
Tempat terbit :
Jakarta
Tahun terbit :
November 2006
Tebal buku :xxii
+ 130 hal; 14 cm x 21 cm
Buku ini adalah kumpulan dari essay J. Drost, SJ yang di tulis pada
harian kompas. J. Drost, SJ menuangkan segenap pemikiran dan pandangannya
tentang dunia pendidikan dengan sangat kritis. Mulai dari kurikulum, cara
mendidik dan mengajar, bahan ajar sampai pada peran orang tua dalam proses
pendidikan anaknya. Sungguh realitas yang sangata mencengangkan ketika membaca
buku ini. Analisis-analisis yang dituangkan J. Drost, SJ sungguh sangat tajam,
J. Drost, SJ menuangkan dari sesuatu yang tampak menjadi realitas yang terjadi
dewasa ini.
BAB I
KURIKULUM
A.
Kurikulum Bertujuan Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi itu
tidak ada karena tidak mungkin ada. Yang ada adalah kurikulum bertujuan
kompetensi yang harus memungkinkan output dan mempersiapkan peserta didik yang
berkompeten. Yang perlu adalah mempersiapkan generasi muda menghadapi kenyataan
dan dunia yang sesungguhnya bukan suatu kejutan melainkan suatu perubahan
nalar.
Dalam kurikulum bertujuan kompetensi
ini di paparkan bahwa yang menjadi kompetensi utama seorang peserta didik
adalah kompetensi utama dalam pendewasaan diri, bukan kemampuan mengetahui isi
materi yang banyak tanpa pemahaman yang berarti dalam implementasinya. Jadi
yang ditekankan adalah sekolah dan orang tua, masyarakat sama-sama bergotong
royong mendewasakan anak menjadi manusia dewasa yang berbudi, berintelektualis
tanpa mengindahkan prestise, selalu berusaha dan belajar serta menggali
kompetensi yang ada di dalam dirinya. Sehingga mampu menjemput dunia yang di
idam-idamkan.
Selain itu, kompetensi guru harus
sesuai dengan bidang yang di ajarkannya. Karena hasilnya akan memepengaruhi
output peserta didik dalam memahami mata pekajaran. Bahasa yang disampaikan
guru juga akan mempengaruhi proses pembelajaran dan hasilnya.
B.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Kompetensi apa yang di harapkan
dalam hal ini? Kompetensi guru ataukah siswa? Bagaimanakah cara mencapainya?
Dalam hal ini, J. Drost, SJ
mengungkapkan solusi mengenai kompetensi yang masih dilematis tersebut. J.
Drost, SJ memberikan beberapa alternatif solusi, diantaranya J. Drost, SJ
memberikan solusi untuk SMA dibagi menjadi dua kriteria. Yang pertama SMA-A
menerima siswa yang lulus dari SMP dengan memiliki kompetensi nilai NEM yang
tinggi. Sedangkan yang kedua adalah SMA-B menerima siswa SMP yang memiliki NEM
sedang/rendah. Sehingga guru bisa mempersiapkan siswa yang sesuai dengan
harapan dan memiliki kompetensi saringan yang ketat. Karena tidak mungkin
seorang guru mengajar dengan variasi siswa yang beragam.
Guru juga memiliki kebebasan untuk
memilih buku yang akan dipakai dan sekolah wajib menyediakan bahan ajar guru.
Pengalaman sehari-hari tidak cukup untuk mengantarkan siswa berhasil dari
studi. Cara membimbing pelajar dan cara mengajar juga menentukan. Berikut
beberapa cara yang membantu mendorong cara belajar dan mengajar lebih baik.
Pertama, suasana sekolah yang tertib dan pretest sebelum memulai pelajaran.
Kedua, tujuan belajar harus sesuai dengan para pelajar. Ketiga, asas giat dalam
belajar harus disalurkan lewat ulangan rutin. Keempat, proses belajar mengajar
yang mengaktifkan siswa dan menyenangkan.
C.
Akan Gagalkah Program Belajar Sembilan Tahun?
Banyak orang tua dan siswa yang
tidak melanjutkan belajar ke SMP. Karena SMP hanya mempersiapkan program umum
yang siap untuk melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK. Selain itu hal ini
dikarenakan beberapa alasan, diantaranya: pertama, banyak anak yang bersusah
payah menyelesaikan SD dan tidak mempunyai kemampuan belajar untuk belajar di
SMP. Kedua, ada anak yang tidak berminat. Ketiga, banyak orang tua yang
mengatakan bahwa “untuk apa masuk ke SMP? SMP tidak mempersiapkan anak untuk
siap bekerja melainkan mempersiapkan anak untuk melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Sehingga di harapkan dalam kurikulum SMP di berikan kepandaian
anak untuk mempersiapkan siswa yang siap bekerja.
D.
Lulusan
Program Sarjana Belum Tenaga Profesional
Dalam hal ini dijelaskan bahwasannya
mahasiswa dan pengajar di tingkat perguruan tinggi harus menjadi orang-orang
yang professional. Hal ini akan memberikan dampak pada lulusan yang akan di
hasilkan. Mahasiswa juga wajib untuk mengasah intelektualitasnya dengan banyak
belajar. Sehingga menjadi mahasiswa yang siap bersaing dengan dunia kerja dan
output dari Perguruan tinggi yang lain.
BAB II
ISI DAN CARA MENDIDIK DAN MENGAJAR
A.
Humaniora
Humaniora adalah gramatika, logika
dan retorika. Gramatika bermaksud membentuk manusia terdidik yang menguasai
sarana komunikasi secara mutlak. Logika bermaksud membentuk manusia terdidik
yang dapat menyampaikan isi suatu pesan dengan logis dan dapat di mengerti.
Retorika bermaksud membentuk manusia terdidik yang mampu merasakan perasaan dan
kebutuhan pendengar dan mampu menyesuaikan diri dan uraian dengan perasaan dan
kebutuhan itu.
Dalam hal ini yang menjadi penekanan
adalah pentingnya mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa primer yang di
implementasikan pada siswa. Bahasa Indonesia di ajarkan secara optimal.
Sehingga unsur-unsur diatas dapat dicapai dengan tepat. Orang bisa berbahasa
dengan baik secara otomatis dapat berlogika dan beretoris secara benar.
B.
Hukuman
Tindakan yang perlu di hukum adalah
tindakan asosial. Tindakan yang merugikan sesama. Orang tua harus memberikan
teladan disiplin diri terhadap anak. Bukan disiplin demi disiplin, namun
sebagai syarat mutlak untuk dapat menghargai dan mencintai orang lain. Jika
seorang anak melakukan kesalahan, maka harus diberi tahu apa yang salah dan
bagaimana memperbaikinya. Dengan demikian, ia belajar dari kesalahan yang
timbul dalam kehidupan manusia. Jika masih melakukan kesalahan maka perlu
ditindak dengan tegas. Sehingga anak akan belajar menjadi orang yang
berinisiatif bukan menunggu komando. Inilah yang akan membawa anak didik kita
menjadi orang berkompeten dalam menghadapi kehidupannya.
C.
Pendidikan
Budi Pekerti di Sekolah
Manajemen bertanya bagaimana saya
dapat mencapai sesuatu secara paling baik. Kepemimpinan bertanya apa yang baik
yang dapat saya capai. Management is doing things right, leadership is doing
the right thing. (Peter Drucker, Warrent Denis).
Pendidikan budi pekerti sangat
penting untuk anak. Di sekolah tanggung jawab pokok untuk pembentukan moral
maupun intelektual dari para pelajar tidak terletak pada salah satu prosedur
atau kegiatan intrakurikuler atau ekstrakurikuler melainkan melalui pengajar.
Proses pembelajaran seharusnya sebagai berikut: konteks anak, pengalaman anak,
refleksi oleh anak, kegiatan dan evaluasi. Sehingga tugas seorang pengajar
tidak hanya mengajar saja, melainkan mendidik dan membentuk anak menjadi
pribadi yang dewasa yang memiliki kompetensi, bertanggung jawab dan memiliki
kompetensi sosial yang tinggi.
D.
Pendidikan dan Dialog
Salah satu cara yang paling cocok
untuk mengusahakan kesatuan bagi makhluk berbudi adalah dialog. Kendala paling
mendasar dalam melaksanakan dialog adalah ketidakmampuan membedakan antara
pendapat orang dan orang yang berpendapat. Kemampuan membedakan itu menuntut
penalaran objektif tanpa terbawa arus perasaan. Kerukunan tidak mungkin
antaragama. Yang mungkin adalah kerukunan antarorang beragama. Dengan demikian
siapapun bisa menjadi teman yang pendapatnya tidak bisa kita terima. Itulah
sikap seorang pribadi yang dewasa yang tidak terbawa emosi primordial yang
didasarkan atas agama. Dialog hanya dapat diadakan antarorang yang saling
menghargai.
E.
Pengajaran Kita?
Sesudah sekolah dasar harus ada tiga
jalur:
1.
Akademis:
lewat SLTP umum dan SMU “murni” yang akan menjadi orang berpendidikan
universitas.
2.
Professional:
lewat SLTP umum dan a. SMA bagi mereka yang akan disiapkan di sekolah tinggi,
akademi dan politeknik. b. SMK bagi mereka yang berbakat dan berminat pada
bidang teknik dan ekonomi menengah.
3.
Vokasional:
lewat SLTP Keterampilan yang mempersiapkan siswa untuk siap bekerja.
F.
Reformasi Pengajaran?
Reformasi ini adalah masalah
birokrasi pendidikan dan pengajaran. Dalam hal ini adalah mengenai mau dibawa
kemanakah siswa setelah lulus SD? Pada materi ini dijelaskan bahwa siswa
lulusan SD ditempatkan di SLTP A dan SLTA A untuk siswa yang memiliki nilai tinggi
dan siap ke perguruan tinggi. Sedangakan SLTP B dan SLTA B untuk siswa yang
memiliki nilai sedang dan rendah. Yang mana pada hal ini siswa dipersiapkan
pada keterampilan yang dimilikinya. Untuk tingkat perguruan tinggi diharapkan
para pengajar memiliki kompetensi profesional dan pelajar memiliki tingkat
intelektualitas yang bagus.
G.
Mengajar adalah Mendidik
Pengajar dan pelajar belajar.
Seorang pengajar mendidik dengan mengajar dan mengajar dengan mendidik. Seorang
pelajar di didik dengan diajar dan diajar dengan di didik. Pembelajaran ini
dengan menekankan pengalaman refleksi dan aksi menawarkan sejumlah cara seorang
pengajar dapat mendampingi para pelajar guna memudahkan proses belajar dan
berkembang lewat jumpaan dengan kebenaran hidup dan penggalian arti hidup
manusia. Sehingga lama kelamaan pelajar akan sadar bahwa pengalaman yang paling
mendalam timbul dari hubungan dengan pengalaman orang lain.
H.
Modernisasi dan Sosialisasi
Pembangunan masyarakat modern adalah
mereka yang tahu akan dan menerima baik keunggulan, maupun kelemahannya. Ia
tidak dihinggapi kerendahan hati palsu, karena sadar akan dan bangga atas
kepribadiannya yang berhargadan penting bagi sesama. Ia memeprgunakan
kemampuannya secara penuh. Ia pantang mundur meskipun banyak kekurangan. Ia
menerima dirinya sendiri maupun orang lain dengan apa adanya. Ia berani to
face the facts. Ia pria dan wanita yang kompeten, bertanggung jawab dan
penuh perhaian untuk sesama. Mereka pribadi yang mandiri dan kreatif yang
merupakan daya manusia (human resources) untuk modernisasi sejati.
Sekolah pada umumnya dan keadaan
sekolah di Indonesia pada khususnya bukanlah tempat yang baik untuk
bersosialisasi. Keluarga dan masyarakat itulah tempat orang menjadi manusia
yang kepedulian sosialnya tinggi.
I.
IQ dan EI dalam Proses Pembelajaran
Semua anak yang lahir memiliki
intelegensi tertentu. Dan, anak dengan kemampuan intelektual itu juga harus
dibentuk menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan masyarakat. Dalam usaha
mnecapai tujuan itu, tugas sekolah adalah membantu anak memperoleh tingkat
kepandaian sesuai kemampuan intelektualnya dan yang diperlukan untuk menjadi
anggota masyarakat di kemudian hari. Anak bisa menjadi pribadi dewasa dengan emosional
intelligence yang sehat bila diterima sesuai IQ nya.
J.
Sekolah Sulit Menyosialkan Pelajarnya
Sistem pendidikan dan pembelajaran
kita, sistem persekolahan kita melakukan upaya penyeragaman dalam keberagaman.
Kolektivisme adalah musuh besar sosialisasi. Anak yang sejatinya memiliki
keberagaman intelektualitas diseragamkan untuk menerima pembelajaran. Mereka
dipaksa pandai dengan berdasar pada nilai kuantitatif semu. Peringkat adalah
indikasinya. Peringkat merepresentasi intelektualitas anak. Padahal di setiap
sekolah memiliki perbedaan dalam hal ini. Selain itu, kebanyakan orang tua
tidak mendidik anaknya untuk menerima diri sendiri apa adanya. Tidak boleh ada
anak yang lebih dari anak mereka. Akibatnya pelajar kita pasif, tidak berani
bertanya. Mereka menjadi pribadi penurut bukan pribadi yang berinisiatif dan
kreatif.
BAB III
EVALUASI
A.
Ebtanas dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Apa yang diharapkan sebuah perguruan
tinggi dari lulusan SMU? Harapannya adalah kematangan, baik intelektual maupun
emosionalnya untuk dapat menempuh studi akademis. Jadi yang siap memulai studi
di perguruan tinggi adalah dia yang dapat mengendalikan nalarnya, ialah mereka
yang kritis dan memiliki penguasaan bahasa Indonesia yang matang, baik saat
bertutur maupun menulis. Tata bahasa dan ejaan harus dikuasai secara mutlak.
Logika bahasa mencirikan segala cara berkomunikasi. Bernalar dan bertutur
diperoleh dan dibentuk di sekolah menengah terutama lewat matematika dan bahasa
Indonesia.
B.
UAN itu KKN
Apabila ada orang yang ingin
membantu anak yang nilainya jelek supaya dapat naik kelas, orang itu baik hati
namun jelek secara pedagogis. Akan tetapi, kalau system itu merugikan siswa
yang nilainya bagus, sistem itu benar-benar jahat. Cara konversi itu mendidik
anak untuk mencapai tujuan dengan merampass hak orang lain. Nilai hasil ujian
akhir nasional (UAN) menjadi kurang dari nilai sebenarnya. Itulah jalan menuju
KKN.
BAB IV
MODEL SEKOLAH
A.
Pendidikan di Asrama
Yang paling mendasar dari pendidikan
asrama adalah situasi hidup yang terpisah dari keluarga. Asrama adalah keluarga
semu. Proses pendidikan mustahil dilakukan di keluarga semu tersebut. Maka,
jadikanlah asrama yang baik yang memiliki entitas keluarga yang mampu membentuk
anak menjadi pribadi dewasa, mandiri, bertanggung jawab dan berkompeten.
B.
Sekolah Dasar
Kurikulum sekolah dasar tidak
terlalu padat. Ini semua diperlukan agar lulusan sekolah dasar bisa mengikuti
pelajaran di SLTP. Yan membebani anak SD adalah muatan lokal dan lebih-lebih
penyalahgunaan muatan lokal. Muatan lokal bukan keterampilan dan bukan kerajinan
tangan. Muatan lokal adalah bahan pengajaran yang diperlukan hingga para
pelajar merasa kerasan di sekolah dan tidak dicabut dari lingkungan hidup
sehari-hari. Jadi muatan lokal harus dihapuskan agar para anak SD dapat belajar
dengan tenang. Mereka di ajarkan bahasa Indonesia secara maksimal agar mereka bisa bahasanya
sendiri dengan fasih.
BAB V
PENDIDIK
A.
Peran Orangtua Membimbing Anak
Peran orangtua dalam membimbing
adalah sebagai pendidik utama, termasuk membimbing anak menghadapi dunia persekolahan.
Seorang pembimbing harus mulai menegnal siapa yang akan dibimbing, lalu
menerimanya sebagaimana adanya. Kemudian dibentuk menjadi manusia dewasa. Pola
bimbingan juga sangat diperlukan jika seorang anak melakukan kesalahan. Bukan
langsung menindaknya dengan keras.
B.
Pengembangan Karier seorang Pengajar
Pengajar harus profesional. Ia harus
memiliki kompetensi professional dalam mengajar. Meningkatkan intelektual dalam
mengajar. Sehingga akan menciptakan ululusan yang berkompeten dan siap dalam dunia
kerja yang sesungguhnya. Sekolah memiliki kebebasan untuk meningkatkan mutu dan
kualitasnya secara bebas. Namun, yang terjadi saat ini adalah sekolah diberikan
aturan yang ketat untuk diterapkan. Padahal setiap sekolah memiliki potensi
yang berbeda.
BAB VI
MANAJEMEN SEKOLAH
A.
Desentralisasi Pengajaran
Belum pernah ada dan tidak akan
pernah ada orang yang dapat menjadikan orang lain pandai. Hanya orang itu
sendirilah yang dapat menjadikan dirinya pandai lewat belajar. Untuk
membantunya agar belajar maka ada sistem pembelajaran yang disebut sekolah.
Kita boleh membentuk kaum muda kita
berkarakter, akan tetapi kalau tidak pandai sebagai daya manusia, mereka tidak
berguna. Kita harus membentuk orang dewasa mandiri sesuai kemampuan mereka.
Hasil dari usaha itu adalah orang-orang bermoral dan berpendidikan tinggi.
Untuk mencapai hasil itu, dibutuhkan pengajar-pengajar unggul dan professional.
B.
Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam hal ini proses penyampain
substansi dalam pembelajaran harus disampaikan dengan lihai. Pengajar
menyelipkan nilai-nilai yang tersirat pada banyak bidang kehidupan masa kini.
Dibutuhkan cara yang dapat membantu pelajar untuk membentuk kegiatan berefleksi,
menilai nilai-nilai dan akibat bagi manusia yang ada dalam sains dan ilmu-ilmu
sosial yang mereka pelajari. Kebiasaaan-kebiasaan tidak dibentuk hanya lewat
kejadian kebetulan. Kebiasaan dikembangkan lewat latihan yang terus menerus
secara teratur. Memakai cara yang sesuai dengan kematangan pelajar pada jenjang
yang berbeda.
0 comments:
Post a Comment