PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
Pendahuluan
Telah banyak buku yang dibaca oleh penulis, dalam hal ini akan di
elaborasikan secara komprehensif bagaimana model pendekatan kurikulum yang ada
pada saat ini.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Sedangkan pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam
proses pendidikan. Sasaran yang dicapai bukan semata-mata memproduksi bahan
pelajaran melainkan lebih dititik beratkan untuk meningkatkkan kualitas
pendidikan. Pengembangan kurikulum merupakan proses faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena pengembangan kurikulum
merupakan alat untuk membantu guru dalam melakukan tugasnya mengajarkan bahan,
menarik minat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang
dinamis. Oleh karenanya kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan
agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut
sesuai dengan minat, bakat kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan
daerah, sehingga dapat memperlancar program pendidikan dalam rangka perwujudan
dan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang
terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan
banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta
unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
B.
Pembahasan
1.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Humanistik
Bertolak dari ide ‘memanusiakan manusia’. Penciptaan konteks yang
akan memberikan peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi
harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar
pengembangan program pendidikan[1].
Suatu asumsi menyatakan peserta didik adalah faktor yang pertama
dan utama dalam pendidikan. Ia dapat menjadi subjek yang menjadikan pusat
kegiatan pendidikan, dan mempunyai kemampuan, potensi dan kekuatan untuk
berkembang. Oleh karena itu, tugas pendidik hanya menciptakan situasi yang
permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan
sendiri.
Karakteristik kurikulum model humanistik berfungsi menyediakan
pengalaman yang berharga bagi peserta didik dan membantu kelancaran perkembangan
pribadi peserta didik. Hal tersebut menyebabkan ia berkembang dinamis searah
dengan pertumbuhannya, mempunyai integritas dan otonomi kepribadian, dan sikap
yang sehat terhadap diri sendiri. Jadi, kurikulum model humanistik menjadikan
manusia sebagai unsur sentral untuk menciptakan unsur kreativitas, spontanitas,
kemandirian, kebebasan, aktivitas, pertumbuhan diri, termasuk keutuhan anak
sebagai keseluruhan, minat, dan motivasi intrinsik[2].
Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered,
dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai
bagian integral dari proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi,
bahwa pada pendekatan humanistik prioritasnya adalah pengalaman belajar yang
diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan dan kemampuan anak.[3]
Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah
tujuan. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur
dengan lancarnya proses transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran
yang terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal itu.
Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan
lebih merupakan sarana, yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi
peserta didik, jasmani dan ruhani secara
gradual.[4]
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan
humanistik tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat
dicapai pesera didik tapi lebih kepada pembentukan perubahan pada peserta
didik, baik secara jasmani maupun ruhani.
Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan
dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan instruksional. Dan siswa hendaknya
turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan peraturan sekolah.
Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh membuktikan hasil belajarnya melalui
berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni
makhluk hidup ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk
hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya.
Sebagai pribadi, manusia juga sebagai
makhluk sosial yang memiliki hak-hak sosial dan harus menunaikan
kewajiban-kewajiban sosialnya.
2.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Rekonstruksi Sosial
Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak
dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan
memerankan ilmu-ilmu dan teknolgi, serta bekerja secara kooperatif dan
kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat
yang lebih baik[5].
Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi
oleh masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan
interaksional. Desain yang ditampilkan dalam kurikulum rekonstruksi sosial
adalah sebagai berikut:
Asumsi tujuan utama
kurikulum model ini adalah menghadapkan peserta didik pada tantangan, ancaman,
hambatan, dan gangguan yang dihadapi manusia (teori konflik). Tantangan itu
mencakup masalah masyarakat yang bersifat universal yang dapat dikaji dalam
kurikulum.
Kurikulum model ini pada dasarnya menghendaki adanya proses belajar
yang menghasilkan perubahan secara relatif tetap dalam perilaku, yaitu dalam
berpikir, merasa, dan melakukan. Bila pendidikan dapat mengubah tingkah laku
individu, pendidikan itu dapat pula mengubah masyarakat, sehingga sekolah
dipandang sebagai “agent of change.” Sifat pendidikan selalu mengacu pada masa
depan sekalipun menggunakan masa lampau dan masa kini sebagai pijakannya.
Oleh karena itu, pendidikan dapat mengatur dan mengendalikan perkembangan
sosial dengan menggunakan teknik “social engineering” untuk menuju masyarakat
yang dicita-citakan.[6]
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara
lain melibatkan:[7]
a.
Survei kritis terhadap suatu masyarakat
b.
Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi
nasional atau internasional
c.
Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
d.
Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
e.
Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
f.
Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan
kurikulum harus bertitik tolak dari
problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstruksi
sosial ini selain menekan pada isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada
proses pendidikan dari pengalaman belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi
sosial berasumsi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang
kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu bersama, berinteraksi dan
bekerjasama.
Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya
diharapkan peserta didik mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna
membantu pemerintah dalam perbaikan-perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih
baik lagi kedepannya.
3.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Akademik
Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan dan
proses dalam disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki
sistematisasi tertentu dan berbeda
dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan
kurikulum subyek akademik dilakukan
dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari
peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Dari pendekatan subyek akademik ini diharapkan agar peserta didik
dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena
kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat
intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang
menjadi isi kurikulum hampir sama dengan nama disiplin ilmu, seperti bahasa dan
sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah, dan sebagainya.
Kurikulum subyek akademik tidak berarti hanya menekankan pada
materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara berangsur-angsur memperhatikan
proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat
bergantung pada hal apa yang terpenting dalam materi tersebut.
Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada
sistemisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki
sistemisasi tertentu yang berbeda dengan sistemisasi ilmu lainnya. Pengembangan
kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata
pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan
untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.[8]
Secara umum, kurikulum model subjek akademis dipandang sebagai
model yang masih sepihak dan belum mampu mengintegrasikan antara nilai lama dan
nilai baru, padahal islam menghendaki adanya model yang interdisipliner dan
integratif terhadap semua masalah-masalah kehidupan.
4.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Teknologi
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas
program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan.
Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori.
Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat dan media,
atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam
pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.[9]
Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih
diarahkan pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara
pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan
instruksional.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya
kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu
bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan
teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat
(tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga
teknologi sistem (system technology).[10]
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan
kepada penggunaan alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas
pendidikan. Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan
media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat.
Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film
dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul.
Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
5.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum adalah subsistem dalam dunia pendidikan yang tidak dapat
dipisahkan dari proses dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan
kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yng diwujudkan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Jadi, Kurikulum Berbasis Kompentensi
adalah kurikulum yang secara dominan menekankan pada kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa dalam setiap mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah.
Sebagai implikasinya akan terjadi pergeseran dari dominasi penguasaan kongnitif
menuju penguasaan kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut terbagi atas
tiga jenis, yaitu:
Kompetensi tamatan yaitu,
kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah menamatkan sesuatu
jenjang paendidikan tertentu
Kompetensi mata
pelajaran, yaitu kompetensi minimal yang harus dicapai pada saat siswa
menyelesaikan mata pelajaran tertentu
Kompetensi dasar, yaitu
kemampuan minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam setiap bahasan atau
materi tertentu dalam satu bidang tertentu.[11]
TANGGAPAN
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang
terhadap suatu proses tertentu. Sehingga bila dikaitkan dengan kurikulum,
pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum
sendiri memiliki makna yang cukup luas. Dalam bukunya Sukadinata (2000)
mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum adalah penyusunan kurikulum yang sama
sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang
telah ada (curriculum improvement). Di satu sisi pengembangan kurikulum
merupakan penyusunan seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar, struktur dan
sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, hingga pedoman pelaksanaannya
(macro curriculum), dan di sisi lain berkenaan dengan penjabaran kurikulum
(GBPP) yang telah disusun pusat menjadi rencana dan persiapan mengajar yang
lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru, seperti penyusunan Rencana Tahunan,
caturwulan, satuan pelajaran, dan sebagainya (micro curriculum).
Dengan melihat dua cakupan pengembangan kurikulum, ada dua
pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangannya. Pertama, pendekatan top
down atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari
atas ke bawah, dan kedua adalah pendekatan grassroot, yaitu pengembangan
kurikulum dari bawah ke atas, yang diawali oleh inisiatif dari bawah kemudian
disebarluaskan pada tingkat dan skala yang lebih luas.
KESIMPULAN
Secara umum pendekatan-pendekatan pengembangan dalam kurikulum
adalah :
1. Pendekatan Sentralistik
Pendekatan sentralistik adalah pendekatan yang terpusat. Pendekatan
ini memiliki kelebihan yaitu mudahnya dicapai consensus, sangat baik dan
memelihara budaya nasional, sangat membantu dalam kesempatan belajar, mudah
dalam mengadakan inovasi, sedangkan kekurangan pendekatan sentralistik adalah
kurang mampu beradaptasi dengan kebutuhan lokal (daerah).
2. Pendekatan Desentralistik
Pendekatan desentralistik adalah pendekatan yang disesuaikan dengan
kebutuhan daerah masing-masing. Kelebihan pendekatan ini adalah mudah
diadaptasi dengan kebutuhan dan situasi budaya daerah/lokal, namun memiliki
kelemahan yaitu kesulitan untuk mencapai konsensus dari berbagai keragaman
kebutuhan daerah. Tuntutan utama dari pendekatan desentralistik adalah tuntutan
kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus menyebar dari tingkat pusat,
daerah, sampai pada tinglkat satuan pendidikan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin & Makin, Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, dan
Aplikasi Praktis dalam Dunia Pendidikan , Ar-Ruzz Media, Jogjakarta , 2007.
Hamalik , Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum PT. Remaja Rosdakarya, Bandung , 2008.
Idi , Abdullah, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik,
Gaya Media Pratama, Jakarta , 1999.
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Nuansa
Cendekia, Bandung, 2003.
Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta, 2006
Saleh , Abdul Rahman, Madrasah dan Pendidikan anak bangsa,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.
Sukmadinata , Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek , PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
[1] Muhaimin, Arah
Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2003), 150.
[2]Abdul Mujib, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), 146.
[3]Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum: Teori dan Praktik (
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 130.
[4]Baharuddin
& Makin, Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis dalam
Dunia Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 192.
[5]Muhaimin, Arah....,
150
[6]Abdul Mujib, Ilmu...,
147
[7]Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), 146.
[8] Muhaimin, Arah....,
150
[9]Oemar Hamalik, Dasar-dasar....,
148
[10]Nana Syaodih
sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), 97-98.
[11]Abdul Rahman
Saleh, Madrasah dan Pendidikan anak bangsa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 169-171.
0 comments:
Post a Comment